AKAD POLA JASA
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Semester 5
Mata Kuliah : Bank dan Lembaga Keuangan Syariah
Dosen Pengampu : Farida Rohmah, S.Pd, M. Sc
Mata Kuliah : Bank dan Lembaga Keuangan Syariah
Dosen Pengampu : Farida Rohmah, S.Pd, M. Sc
Disusun Oleh :
Kelompok 9
1. Dwi Lestari (1420210283)
2. Nor Alfin Nafi’ah (1420210290)
Kelas ESRH-5
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM / EKONOMI SYARIAH
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perbankan syariah adalah suatu sistem perbankan yang
dikembangkan berdasarkan syariah (hukum islam). Usaha pembentukan hukum ini
didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan
bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha
yang dikategorikan oleh haram, dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem
perbankan konvensional.
Kegiatan usaha perbankan syariah selain dilakukan
dalam bentuk penghimpunan dan penyaluran dana juga dilakukan dalam bentuk
pemberian pelayanan jasa. Produk-produk jasa perbankan umumnya menggunakan
akad-akad tabarru’ yang dimaksudkan tidak mencari keuntungan, tetapi yang
dimaksudkan sebagai fasilitas pelayanan kepada nasabah dalam melakukan
transaksi perbankan. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai
akad-akad dalam pelayanan jasa perbankan syariah.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Jelaskan akad Wakalah !
2.
Jelaskan akad Kafalah !
3.
Jelaskan akad Hawalah !
4.
Jelaskan akad Rahn !
5.
Jelaskan akad Qardh !
6.
Jelaskan akad Sharf !
7.
Jelaskan akad Ujr !
8.
Jelaskan akad Ju’alah !
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Akad
Wakalah
1.
Pengertian
Wakalah
Wakalah atau wikalah
berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandate. Dalam bahasa Arab,
hal ini dapat dipahami sebgai at-tafwidh. Yang dimaksud al-wakalah adalah
pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada yang lain dalam hal-hal yang
diwakilkan.[1]
Wakalah atau biasa disebut perwakilan, adalah pelimpahan
kekuasaan oleh satu pihak (muwakil kepada pihak lkain (wakil) dalam hal-hal
yang boleh diwakilkan. Atas jasanya, maka penerima kekuasaan dapat meminta
imbalan tertentu dari pemberi amanah.[2]
2. Landasan syariah
a.
Al- Qur’an
قَالَ ٱجْعَلْنِى
عَلَىٰ خَزَآئِنِ ٱلْأَرْضِ ۖ إِنِّى حَفِيظٌ عَلِيمٌۭ
Artinya : Berkata
Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku
adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan." (Yusuf : 55)
Dalam konteks ayat ini,
Nabi Yusuf siap untuk menjadi wakil dan pengemban amanah menjaga “ Federal
Reserve” negara Mesir
b. Al-
Hadits
اَنَّ رَسُوْلَ اللّهِ صَلّى اللّهُ عليه وسلّم بَعَثَ أَ بَا
رَافِعٍ وَرَجُلًا مِنَ الْاَنْصَارِ فَزَوْ جَاهُ مَيْمُوْنَةَ بِنْتِ الْحَارِثِ
Artinya
: “ Bahwasanya rasulullah SAW mewakilkan
kepada Abu Rafi’ dan seorang Anshar untuk mewakilinya mengawini Maimunah binti
Harits” ( Malik no.678, kitab al-Muwaththa’, bab Haji )[3]
3.
Skema
akad wakalah
v Kontrak
+ fee
Kontrak
+ fee
4.
Rukun
dari wakalah
Rukun dari akad
wakalah harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa hal, yaitu :
a. Pelaku
akad, yaitu muwakil (pemberi kuasa) adalah pihak yang memberikan kuasa kepada
pihak lain, dan wakil (penerima kuasa) adalah pihak yang diberi kuasa.
b. Objek
akad, yaitu taukil (objek yang dikuasakan)
c. Shighat,
yaitu ijab dan qabul.
5.
Syarat-syarat
wakalah
Syarat-syarat dari akad wakalah,
yaitu :
a. Objek
akad harus jelas dan dapat diwakilkan
b. Tidak
bertentangan dengan syariat islam.
6.
Bentuk-bentuk
wakalah
Bentuk-bentuk akad wakalah antara
lain :
a. Wakalah
mutlaqah, yaitu perwakilan yang tidak terikat syarat tertentu.
b. Wakalah
muqayyad, yaitu perwakilan yang terikat oleh syarat-syarat yang telah
ditentukan dan disepakati bersama.[4]
7.
Aplikasi
Wakalah dalam Perbankan Syariah
a. Transfer
adalah jasa yang diberikan bank untuk mewakili nasabah dalam pemindahan dana
dari satu rekening kepada rekening lainnya.
b. Penitipan
yaitu akad pendelegasian pembelian barang, terjadi apabila seseorang menunjuk
orang lain sebagai pengganti dirinya untuk membeli sejumlah barang dengan
menyerahkan uang dengan harga penuh sesuai dengan harga barang yang akan dibeli
dalam kontrak wadiah.
c. Inkaso
merupakan kegiatan jasa bank untuk melakukan amanat dari pihak ke tiga berupa
penagihan sejumlah uang kepada seseorang atau badan tertentu di kota lain yang
telah ditunjuk oleh si pemberi amanat.[5]
B.
Akad
Kafalah
1.
Pengertian
Kafalah
Kafalah
merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga
untuk memenuhi kewajiaban pihak kedua atau yang ditanggung (makful).[6] Jadi,
secara singkat kafalah berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang kepada
orang lain dengan imbalan.[7]
2.
Landasan
Syariah
a.
Al- qur’an
قَالُوا۟ نَفْقِدُ صُوَاعَ ٱلْمَلِكِ
وَلِمَن جَآءَ بِهِۦ حِمْلُ بَعِيرٍۢ وَأَنَا۠ بِهِۦ زَعِيمٌۭ
Artinya : “Penyeru-penyeru
itu berkata: "Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat
mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku
menjamin terhadapnya". ( Q.S Yusuf : 72 )
Kata za’im yang berarti penjamin
dalam surat yusuf tersebut adalah gharim, orang yang bertanggungjawab atas
pembayaran.
b. Al- hadits
( اَنَّ النَّبِيَّ ص م أُتِيَ بِجَنَا زَةٍ ...
فَقَا لَ هَلْ تَرَكَ شَيْءً قَالُوا لاَ قَالَ فَهَلْ عَلَيْهِ دَيْنٌ قَالُوا
ثَلَاثَةُ دَنَانِيْرَ قَالَ صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ قَالَ اَبُو قَتَادَةَ
صَلِّى عَلَيْهِ يَارَسُولَ الّلهِ وَعَلَيَّ دَيْنُهٌ فَصَلِّى عَلَيْهِ
Artinya
: “ Telah dihadapkan kepada Rasulullah
SAW ( mayatseorang laki-laki untuk dishalatkan).. Rasulullah SAW bertanya
“Apakah dia mempunyai warisan?” para sahabat menjawab, “tidak” Rasulullah
bertanya lagi.” Apakah dia mempunyai utang?” Sahabat menjawab “Ya, sejumlah
tiga dinar. “Rasulullah n menyuruh para sahabat untuk menshalatkannya (tetapi
beliau sendiri tidak). Abu Qatadah lalu berkata, “saya menjamin utangnya ya
rasulullah.” Maka rasulullah pun menshalatkan mayat tersebut. ( HR Bukhari
no.2127, kitab al-hawalah )[8]
3.
Rukun
Akad Kafalah
Rukun dari akad
kafalah yang harus diupenuhi dalam transaksi ada beberapa hal, yaitu :
a. Pelaku
akad, yaitu kafil (penaggung) adalah pihak yang menjamin, dan makful
(ditanggung), adalah pihak yang djamin.
b. Objek
akad, yaitu makful alaih (tertanggung) adalah objek penjamin.
c. Shighah,
yaitu ijab dan qabul.
4.
Syarat-syarat
Kafalah
Syarat-syarat dari akad kafalah,
yaitu :
a. Objek
akad harus jelas dan dapat dijaminkan
b. Tidak
bertentangan dengan syariat islam.[9]
5.
Bentuk-bentuk
Kafalah
a. Kafalah
bin-Nafs
Kafalah bin-nafs merupakan akad memberikan jaminan
atas diri. Sebagai contoh, dalam praktik perbankan untuk bentuk kafalah
bin-nafs adalah seorang nasabah yang mendapat pembiayaan dengan jaminan nama
baik dan ketokohan seseorang atau pemuka masyarakat. Walaupun bank secara fisik
tidak memegang barang apa pun, tetapi bank berharap tokoh tersebut dapat
mengusahakan pembayaran ketika nasabah yang dibiayai mengalami kesulitan.
b. Kafalah
bil-Maal
Kafalah bil-maal merupakan jaminan pembayaran barang
atau pelunasan utang.
c. Kafalah
bit-Taslim
Jenis kafalah ini biasa dilakukan utnuk menjamin
pengembalian atas barang yang disewa, pada waktu masa sewa berakhir. Jenis
pemberian jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank untuk kepentingan nasabahnya
dalam bentuk kerja sama dengan perusahaan penyewaan (leasing company). Jaminan
pembayaran bagi bank dapat berupa deposito atau tabungan dan bank dapat
membebankan uang jasa kepada nasabah itu.
d. Kafalah
al-Munjazah
Kafalah al-munjazah adalah jaminan mutlak yang
dibatasi oleh jangka waktu dan untuk kepentingan atau tujuan tertentu.
Salah satu bentuk kafalah al-munjazah adalah
pemberian jaminan dalam bentuk performance bonds “jaminan prestasi”, suatu hal
yang lazim dikalangan perbankan dan hal ini sesuai dengan bentuk akad ini.
e. Kafalah
al-Muallaqah
Bentuk jaminan ini merupakan penyederhanaan dari
kafalah al-munjazah, baik oleh industry perbankan maupun asuransi. Kafalah
al-muallaqah adalah jaminan yang dibatasi jangka waktu tertentu.[10]
6.
Aplikasi
Kafalah dalam Perbankan
a. Kartu
kredit yaitu bank menjamin nasabah (pemegang kartu) untuk belanja tanpa uang
cash kepada pihak ketiga (supermarket). Dan karena penjaminan itu, bank selalu
kafil dapat mengenakan ujrah (fee) kepada nasabah.
b. Bank
garansi adalah surat jaminan yang diterbitkan oleh bank untuk menjamin pihak
ketiga atas permintaan nasabah sehubungan dengan transaksi ataupun kontrak yang
telah mereka sepakati sebelumnya. [11]
7.
Skema
Akad Kafalah
|
||||||||||
Jaminan Kewajiban
C.
Akad
Hawalah
1.
Pengertian
Hawalah
Hawalah adalah
pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib
menanggungnya. Dalam istilah para ulama, hal ini merupakan pemindahan beban
utang dari muhil (orang yang berutang) menjadi tanggungan muhal’alaih atau
orang yang berkewajiban membayar utang.[12]
2.
Landasan
Syariah
Hawalah
dibolehkan berdasarkan sunnah dan ijma
a.
Sunnah
Imam Bukhari
dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda :
مَطْلُ الْغَنِىِّ ظُلْمٌ فَاِذَا اُتْبِعَ اَحَدُكُمْ عَلَى مَلِىٍّ
فَلْيَتْبَعْ
Artinya : “ Menunda
pembayaran bagi orang yang mampu adalah suatu kedzaliman. Dan, jika salah
seorang dari kamu diikutkan (di hawalahkan) kepada orang yang mampu/ kaya,
terimalah hawalah itu.
b.
Ijma
Ulama sepakat membolehkan hawalah.
Hawalah dibolehkan pada utang yang tidak berbentuk barang/ benda, karena
hawalah adalah perpindahan utang. Oleh karena itu, harus pada uang atau
kewajiban financial.[13]
3.
Skema
akad hawalah
2. Invoice 5.
bayar
3.
Bayar 4.
Tagih
1.
Suplai barang
4.
Rukun
Akad Hawalah
Rukun dari akad
hawalah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu :
a. Pelaku
akad, yaitu muhal adalah pihak yang berutang, muhil adalah pihak yang mempunyai
piutang, dan muhal ‘alaih adalah pihak yang mengambulalih utang atau piutang.
b. Objek
akad, yaitu muhal bih (utang).
c. Shighah,
yaitu ijab dan qabul.
5.
Syarat-syarat
akad hawalah
Syarat-syarat dari akad hawalah,
yaitu :
a. Persetujuan
para pihak terkait
b. Kedudukan
dan kewajiban para pihak.[14]
6.
Bentuk-bentuk
Akad Hawalah
Mayoritas ulama
tidak membagi hawalah kepada beberapa macam. Namun hanafiyah membaginya kepada
dua macam, yaitu :
a. Hawalah
mutlaqah adalah pemindahan utang yang tidak dijelaskan sebagai ganti dari
pembayaran utang muhil kepada muhal.
b. Hawalah
muqayyadah adalah pemindahan utang yang dijelaskan sebagai ganti dari
pembayaran utang muhil kepada muhal.[15]
7.
Manfaat
dan Risiko Akad Hawalah
Seperti
diuraikan diatas, akad hawalah dapat memberikan banyak sekali manfaat dan
keuntungan, diantaranya :
a. Memungkinkan
penyelesaian utang dan pitunga dengan cepat dan simultan.
b. Tersedianya
talangan dana untuk hibah bagi yang membuthkan
c. Dapat
menjadi salah satu fee-based income atau pendapatan non pembiayaan bagi bank
syariah.
Adapun risiko
yang harus diwaspadai dari kontrak hwalah adalah adanya kecurangan nasabah
dengan memberi invoicfe palsu atau wanprestasi (ingkar janji) untuk memnuhi kewajiban
hawalah ke bank.[16]
8.
Aplikasi
Hawalah dalam Perbankan
Kontrak hawalah
dalam perbankan biasanya diterapkan padsa hal-hal berikut :
a. Factoring
atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak
ketiga memindahkan utang itu kepada bank, bank lalu membayar piutang tersebut
dan bank menagihnya dari pihak ketiga itu.
b. Post-dated
check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih, tanpa membayar dulu piutang
tersebut.
c. Bill
discounting. Secara prinsip bill discounting serupa dengan hawalah. Hanya saja,
dalam bill discounting, nasabah harus membayar fee, sedangkan pembahasan fee
tidak didapati dalam kontrak hawalah.[17]
D.
Akad
Rahn
1.
Pengertian
Rahn
Rahn adalah
menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memilki nilai ekonomis. Dengan
demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali
seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn
adalah semacam jaminan utang atau gadai.[18]
Apabila utang pada waktunya tidak terbayar, maka barang yang dijadikan jaminan
tersebut dapat dijual untuk membayar utangnya.
Dalam arti lain
rahn adalah pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain (bank) dalam
hal-hal yang boleh diwakilkan. Atas jasanya, maka penerima kekuasaan dapat
meminta imbalan tertentu dari pemberi amanah. [19]
2.
Landasan
Syariah
a.
Al- Qur’an
وَإِن كُنتُمْ
عَلَىٰ سَفَرٍۢ وَلَمْ تَجِدُوا۟ كَاتِبًۭا فَرِهَٰنٌۭ مَّقْبُوضَةٌۭ ۖ فَإِنْ
أَمِنَ بَعْضُكُم بَعْضًۭا فَلْيُؤَدِّ ٱلَّذِى ٱؤْتُمِنَ أَمَٰنَتَهُۥ
Artinya : “Jika
kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang
(oleh yang berpiutang)…” ( Al- Baqarah : 283 )
Ayat tersebut secara
eksplisit menyebutkan “ barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang)”. Dalam dunia financial, barang tanggungan biasa dikenal sebagai
jaminan (collateral) atau objek pegadaian.
b.
Al-
Hadits
( عَنْ عَاءِشَةَ رَضِيَ الّلهُ
عَنْهَا اَنَّ النَّبِيَّ ص م اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُوْدِي اِلَى اَجَلٍ
وَرَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيْدٍ )
Artinya : “Aisyah
r.a berkata bahwa Rasulullah membeli makanan dari seseorang Yahudi dan
menjaminkan kepadanya baju besi “ ( HR Bukhari no.1926, Kitab al- Buyu, dan
Muslim )[20]
3.
Rukun
Akad Rahn
Rukun dari akad
rahn yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu :
a. Pelaku
akad, yaitu rahin (yang menyerahkan barang) dan murtahin (penerima barang)
b. Objek
akad, yaitu marhun (barang jaminan) dan marhun bih (pembiayaan)
c. Shighah,
yaitu ijab dan qabul.
4.
Syarat-syarat
Akad Rahn
Syarat-syarat dari akad rahn yaitu
:
a. Pemeliharaan
dan penyimpangan jaminan
b. Penjualan
jaminan.[21]
5.
Manfaat
dan Risiko Akad Rahn
Manfaat yang
dapat diambil oleh bank dari prinsip ar-rahn adalah sebagai berikut :
a. Menjaga
kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main dengan fasilitas pembiayaan
yang diberikan bank.
b. Memberikan
keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak akan
hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena ada suatu aset
atau barang (marhun) yang dipegang oleh bank.
c. Jika
rahn diterapkan dalam mekanisme pegadaian, sudah barang tentu akan sangat
membantu saudara kita yang kesulitan dana, terutama di daerah-daerah.
Adapun manfaat yang
langsung didapat bank adalah biaya-biaya konkret yang harus dibayar oleh
nasabah untuk pemeliharaan dan keamanan aset tersebut. Jika penahanan aset
berdasarkan fidusia (penahanan barang bergerak sebgai jaminan pembayaran),
nasabah juga harus membayar biaya asuransi yang besarnya sesuai dengan yang
berlaku secara umum.
Adapun risiko yang mungkin terdapat
pada rahn apabila diterapkan sebagai produk adalah
a. Risiko
terbayarnya uang nasabah (wanprestasi)
b. Risiko
penurunan nilai aset yang ditahan atau rusak.[22]
6.
Skema
akad rahn
|
2.
permohonan
pembiayaan
1.
c
3. akad pembiayaan
4. Utang + Mark Up
1.
a
|
||||
1.
b Titipan/ Gadai Pembiayaan
7.
Aplikasi
Rahn dalam Perbankan
Kontrak rahn dipakai dalamk
perbankan dalam dua hal berikut :
a. Sebagai
produk pelengkap
Rahn dipakai sebagai produk pelengkap, artinya
sebagai akad tambahan (jaminan/collateral) terhadap produk lain seperti dalam
pembiayaan ba’i al-murabahah. Bank dapat menhan barang nasabah sebgai
kosekuensi akada tersebut.
b. Sebagai
produk tersendiri
Dibeberapa Negara islam termasuk di antaranya adalah
Malaysia, akad rahn telah dipakai sebagai alternatrif dari pegadaian
konvensional. Bedanya dengan pegadaian biasa, dalam rahn, nasabah tidak
dikenakanm bunga yaitu yang dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan,
pemeliharaan, penjagaan, serta penaksiran.
Perbedaan utama antara biaya rahn dan bunga
pegadaian adalah dari sifat bunga yang biasa berakumulasi dan berlipat ganda, sedangkan
biaya rahn hanya sekali dan ditetapkan di muka.[23]
E.
Akad
Qardh
1.
Pengertian
Qardh
Al-Qardh adalah
pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali tau
dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam literatur fiqih
klasik, qardh dikategorikan dalam aqd tathawwui atau akad saling membantu dan
bukan transaksi komersial.[24]
2.
Landasan
Syariah
a.
al- Qur’an
مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقْرِضُ ٱللَّهَ
قَرْضًا حَسَنًۭا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥ وَلَهُۥٓ أَجْرٌۭ كَرِيمٌۭ
Artinya : “Siapakah
yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan
melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh
pahala yang banyak,” ( Q.S Al- Hadid : 11 )
b.
Al-
Hadits
( عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ اَنَّ النَّبِيَّ ص م
قَالَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُقْرِضُ مُسْلِمًا قَرْضًا مَرَّتَيْنِ اِلاَّ كَانَ
كَصَدَقَتِهَا مَرَّةً
Artinya : “ Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa
Nabi SAW berkata,”bukan seorang muslim (mereka) yang meminjamkan muslim
(lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai) sedekah”(
HR Ibnu Majah no.2421, Kitab al-Ahkam; Ibnu Hibban dan baihaqi )[25]
3.
Rukun
Akad Qardh
Rukun dari akad
sharf yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa hal, yaitu :
a. Pelaku
akad, yaitu ba’I (penjual) adalah pihak yang memiliki valuta untuk dijual dan
musytari (pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan akad membeli valuta.
b. Objek
akad, yaitu sharf (valuta) dan si’rus sharf (nilai tukar).
c. Shighah
yaitu ijab dan qabul.
4.
Syarat-syarat
Akad Qardh
Syarat-syarat dari akad sharf,
yaitu :
a. Valuta
(sejenis atau tidak sejenis). Apabila sejenis, harus ditukar dengan jumlah yang
sama. Apabila tidak sejenis, pertukaran dilakukan sesuai dengan nilai tukar
b. Waktu
penyerahan (spot).[26]
5.
Skema
akad qardh
Perjanjian
Qardh
Tenaga
Kerja Modal
100%
100% Kembali
Modal
6.
Manfaat
dan risiko akad qardh
Manfaat akad al-qardh diantaranya
adalah :
a. Memungkinkan
nasabah yang sedang dalam kesulitan mendesak untuk mendapat talangan jangka
pendek.
b. Al-qardh
al-hasan juga merupakan salah satu ciri pembeda antara bank syariah dan bank
konvensional yang di dalamnya terkandungmisi sosial, disamping misi komersial.
c. Adanya
misi sosial kemasyarakatan ini akan meningkatkan citra baik dan meningkatkan
loyalitas masyarakat terhadap bank syariah.
Risiko dalam
qardh terhitung tinggi karena dianggap pembiayaan yang tidak ditutup dengan
jaminan.
7.
Aplikasi
Qardh dalam perbankan
Akad qardh biasanya diterapkan
sebgai berikut :
a. Sebagi
produk pelengkap kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas dan
bonafiditasnya, yang mebutuhkan dana talangan segera untuk masa yang relatif
pendek. Nasabah tersebut akan mengembalikan secepatnya sejumlah uang yang
dipinjamnya itu.
b. Sebagai
fasilitas nasabah yang memerlukan dana cepat, sedangkan ia tidak bisa menarik
dananya karena, miasalnya tersimpan dalam bentuk deposito.
c. Sebgai
produk untuk menyumbang usaha yang sangat kecil atau membantu sektor sosial.
Guna pemenuhan skema khusus ini telah dikenal suatu produk khusus yaitu
–alqardh al-hasan.[27]
F.
Sharf
1.
Pengertian
Sharf
Sharf adalah jual beli antara barang sejenis secara
tunai.
2.
Landasan
Syariah
a. Al-Qur’an
Artinya : “Hai Orang-orang yang beriman janganlah kamu makan harta sesamamu dengan
jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka
di antara kamu”(QS.An-Nisa[4]:29)
b. Hadits
Menjual emas dengan emas, perak dengan perak, gandum
dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam (apabila sejenis) maka
harus sama (kualitas dan kuantitasnya) dan harus tunai. Apabila tidak sama
(jenis dan kualitasnya) maka jual belikanlah sekenhendakmu secara tunai (HR.
Muslim dan Ahmad)
3.
Rukun
Akad Sharf
Rukun dari akad
sharf yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa hal, yaitu :
a. Pelaku
akad, yaitu ba’I (penjual) adalah pihak yang memiliki valuta untuk dijual dan
musytari (pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan akad memebeli valuta.
b. Objek
akad, yaitu sharf (valuta) dan si’rus sharf (nilai tukar).
c. Shighah
yaitu ijab dan qabul.
4.
Syarat-syarat
Akad Sharf
Syarat-syarat dari akad sharf,
yaitu :
c. Valuta
(sejenis atau tidak sejenis). Apabila sejenis, harus ditukar dengan jumlah yang
sama. Apabila tidak sejenis, pertukaran dilakukan sesuai dengan nilai tukar
d. Waktu
penyerahan (spot).[28]
5.
|
Skema Akad Sharf
G.
Akad
Ujr
Ujr adalah imbalan yang diberikan atau yang diminta
atas suatu pekerjaan yang dilakukan. Akad ujr diaplikasikan dalam produk-produk
jasa keuangan bank syariah (fee based services), seperti untuk penggajian,
penyewaan safe deposit box, penggunaan ATM, dan sebagainya.[29]
H.
Akad
Ju’alah
1.
Pengertian
Ju’alah
Ju’alah ialah
imbalan tertentu yang diperoleh karena berjasa mengembalikan barang yang
hilang.
Umpamanya
seseorang berkata “siapa saja yang dapat menemukan SIM atau KTP saya yang
hilang maka saya beri imbalan 50.000.” dalam masyarakat Indonesia ini biasanya
diiklankan di surat kabar supaya dapat dibaca orang.
Madzab syafi’I
mendefinisikannya, “seseorang yang menjanjikan suatu upah kepada orang yang
mampu memberikan jasa tertentu kepadanya.
2.
Landasan
Syari’ah Ju’alah
a. Al-Quran
Artinya : “Dan siapa yang dapat menhembalikannya akan
memperoleh bahan makanan (sdeberat) beban onta, dan aku menjamin terhadapnya “
( QS Yusuf : 72 )[30]
b.
Hadits
Dalam hadits diriwayatkan bahwa para sahabat pernah
menerima hadiah atau upah dengan cara ju’alah berupa seekor kambing karena
salah seorang diantara mereka berhasil mengobati orang yang dipatok
kalajengking dengan cara membaca surat al-fatihah. Ketika mereka menceritakan
hal itu kepada Rasulullah, karena takut hadiah itu tidak halal. Rasulullah pun
tertawa seraya bersabda : “Taukah anda
sekalian bahwa itu adalah jampi-jampi yang positif. Terimalah hadiah itu dan
beri saya sebagian.”[31]
3.
Rukun
dan Syarat Akad Ju’alah
Adapun rukun ju’alah antara lain :
a. Ja’il
adalah pihak yang berjanji akan memberikan imbalan tertentu atas pencapaian
hasil pekerjaan (natijah) yang ditentukan.
b. Maj’ul
lah adalah pihak yang melaksakan ju’alah
c. Shighat
d. Ijab
qobul
e.
Objek
Syarat-syarat ju’alah antara lain :
a. Orang
yang menjanjikan upah atau hadiah harus orang yang cakap untuk melakukan
tindakan hukm, yaitu balig, berakal dan cerdas.
b. Upah
atau hadiah yang dijanjikan harus terdiri dari sesuatu yang bernilai harta dan
jelas juga jumlahnya.
c. Pekerjaan
yang diharapkan hasilnya itu harus mengandung manfaat yang jelas.
4.
Aplikasi
akad ju’alah dalam perbankan syariah
Prinsip yang
diterapkan oleh bank dalam menawarkan pelayan dengan mengambil fee dari
nasabah. Contohnya :
a. Referensi
bank adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh bank atas dasar permintaan
nasabah buiasanya referensi diberikan karena nsabah memp[unyai rekeniung di
bank tersebut.
b. Dukungan
bank adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh bank atas permintaan nasabah
biasanya dukungan bersifat tidak mengikat dan memiliki persyaratan tertentu
seperti telah berhubungan dengan bank selama 6 bulan terakhir dan telah dikenal
oleh pihak bank.[32]
5.
Skema
akad Ju’alah
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pelayanan jasa perbankan disediakan bertujuan untuk
memberikan kemudahan bagi nasabah dalam melakukan transaksi keuangan. Jasa
perbankan tersebut antara lain :
1. Akad
Wakalah merupakan pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak (muwakil kepada pihak
lkain (wakil) dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Atas jasanya, maka penerima
kekuasaan dapat meminta imbalan tertentu dari pemberi amanah
2. Akad
Kafalah berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang kepada orang lain dengan
imbalan.
3. Akad
Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang
wajib menanggungnya
4. Akad
Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya
5. Akad
Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta
kembali tau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan
6. Akad
Sharf adalah jual beli antara barang sejenis secara tunai.
7. Akad
Ujr adalah imbalan yang diberikan atau yang diminta atas suatu pekerjaan yang
dilakukan
8. Akad
Ju’alah adalah imbalan tertentu yang diperoleh karena berjasa mengembalikan barang
yang hilang.
B.
Saran
Demikian
makalah ini kami susun. Apabila ada kesalahan dalam menyusun makalah kami mohon
maaf. Kritik dan saran sangat kami butuhkan agar kami dapat menyusun makalah
lebih baik. Harapan kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad
Supriyadi, Bank dan Lembaga Keuangan
Syariah, STAIN Kudus, Kudus, 2008.
Ascarya,
Akad dan Produk Bank Syariah, PT
Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2013.
Burhanuddin
S, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, UII
Press Yogyakarta, Yogyakarta, 2008.
Enang
Hidayat, Transaksi Ekonomi Syariah, PT
Remaja Rosdakarya, Bandung, 2016.
Indah Nuyatia, Penerapan dan Aplikasi Akad Wakalah Pada
Produk Jasa Bank Syariah, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Economic Jurnal
Ekonomi dan Hukum Islam, Vol.3, No.2, 2013.
Muhammad
Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktik, Gema Insani,
Jakarta, 2001.
Syukri
Iska, Sistem Perbankan Syari’ah Di Indonesia, Fajar Media Press,
Yogyakarta, 2012.
[1] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank
Syari’ah Dari Teori Ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, 2001, hlm. 120.
[2] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta,
2013, hlm. 104.
[3] Syukri Iska, Sistem Perbankan
Syari’ah Di Indonesia, Fajar Media Press, Yogyakarta, 2012, hlm. 189.
[4] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Op.Cit.,
hlm. 105.
[5] Indah Nuyatia, Penerapan dan Aplikasi Akad Wakalah Pada
Produk Jasa Bank Syariah, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Economic Jurnal
Ekonomi dan Hukum Islam, Vol.3, No.2, 2013, hlm. 106-107.
[6] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank
Syari’ah Dari Teori Ke Praktik , Op. Cit., hlm. 123.
[7] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah , Op. Cit., hlm. 105-106.
[8] Syukri Iska, Sistem Perbankan
Syari’ah Di Indonesia , Op. Cit., hlm. 194-195.
[9] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah , Op. Cit., hlm. 106.
[10] Ahmad Supriyadi, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, STAIN
Kudus, Kudus, 2008, hlm. 151-152.
[11] King Galuh, http://King-Galuh.blogspot.co.id/2016/03/hiwalah-wakalah-kafalah-dan-rahn.html, diakses pada tanggal 31 Oktober
2016, pukul 10.03 WIB.
[12] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank
Syari’ah Dari Teori Ke Praktik , Op. Cit., hlm. 126.
[13] Syukri Iska, Sistem Perbankan
Syari’ah Di Indonesia , Op. Cit., hlm. 189.
[14] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah , Op. Cit., hlm. 107-108.
[15] Enang Hidayat, Transaksi Ekonomi Syariah, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2016, hlm. 231.
[16]
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank
Syari’ah Dari Teori Ke Praktik , Op. Cit., hlm. 127.
[17]
Ahmad Supriyadi, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Op. Cit., hlm. 151-152.
[18]
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank
Syari’ah Dari Teori Ke Praktik , Op. Cit., hlm. 128.
[19] Enang Hidayat, Transaksi Ekonomi Syari’ah, Op. Cit., hlm. 191.
[20] Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktik,
Op. Cit., hlm. 128-129.
[21] Ascarya, Akiad dan Produk Bank Syari’ah, hlm. 108-109.
[22]
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank
Syari’ah Dari Teori Ke Praktik , Op. Cit., hlm. 130-131.
[25] Muhammad Syafi’i
Antonio, Bank dari Teori ke Praktik, Op. Cit., hlm. 131.
[26]
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Op. Cit.,
hlm. 109-110.
[28] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah , Op. Cit., hlm. 109-110.
[29] Ascarya, Ibid., hlm. 110.
[30] Burhanuddin S, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, UII
Press Yogyakarta, Yogyakarta, 2008, hlm. 281.
[31] Ahmad Tamy, http://makalahdan.blogspot.co.id/2013/09/fiqih-tentang-jualah.html?m=1, diakses pada tanggal 31 Oktober
2016, pukul 14.19 WIB.
[32]Noer Komalasari, http://malas-only.blogspot.co.id/2010/12/jualah.html?m=1, diakses pada tanggal 31 Oktober
2016, pukul 14.55 WIB.
0 Response to "MAKALAH AKAD POLA JASA"
Posting Komentar