AKAD
POLA TITIPAN / SIMPANAN
Makalah
Disusun Guna
Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Bank
dan Lembaga Keuangan Syariah
Dosen Pengampu
: Farida Rohmah S.Pd. M, Sc.
Disusun Oleh :
Kelompok 4
1. Ika
Yulianti (
1420210284 )
2. Nurul Fitri ( 1420210294 )
Kelas ESRH – 5
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
KUDUS
JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
/ ES
TAHUN 2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Banyaknya
fenomena yang ada sekitar kita dimana salah satunya yang akan kami bahas dalam
makalah ini, yaitu penitipan barang (wadi’ah). Seiring dengan bermunculannya
lembaga-lembaga penitipan barang dapat sedikit membantu ketika seorang ingin
menitipkan barangnya dalam waktu yang cukup lama, mereka tidak khawatir dengan
keadaan keadaan barang yang ditinggalkannya itu, sebab dalam lembaga tersebut
telah menjamin akan keaslian barangnya. Namun dengan sedikit mengeluarkan biaya
tentunya.
Kita lihat di masyarakat sangatlah
tidak asing lagi dalam hal penitipan barang, atau menitipkan sebuah
barang kepada orang lain. Seseorang berani menitipkan barang kepada orang
lain hanya yang biasa di kenal saja, sungguh belum tentu seorang yang kita
kenal tersebut bisa menjaga barang kita dengan baik, bisa saja terjadi
kelalaian atau kerusakan ketika barang yang dititipkan tersebut dipakai oleh
seorang yang diberikan amanah tersebut, dengan alasan yang banyak dan dengan
kedekatannya seorang penitip kepada seorang yang diberikan
amanah, kemudian seorang yang diberi amanah tersebut menipu, ketika terjadi
kerusakan pada barang yang dititipkan kepadanya. Dengan alasan apapun bisa di
terima si penitip karena si penitip yakin bahwa orang yang dikenal dan
dekat denganya tidak mungkin melakukan penipuan terhadap dirinya. Oleh karena itu, fenomena yang demikian perlulah diperhatikan oleh
seorang yang diberikan amanah dan pemberi amanah. Mempelajari apa yang harus di
kerjakan ketika seorang diberikan atau memberikan barang titipan(wadi’ah)
kepada orang lain.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian
dan Landasan Syariah dalam Akad Titipan (Wadi’ah) ?
2.
Apa Saja Macam
dan Karakteristik Akad Titipan (Wadi’ah) ?
3.
Bagaimana
Rukun dan Syarat Akad Titipan (Wadi’ah) ?
4.
Bagaimana Aplikasi
Akad Titipan (Wadi’ah) di Perbankan Syari’ah ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
dan Landasan Syariah tentang Wadi’ah
1. Pengertian Wadi’ah
Secara umum wadiah adalah titipan murni dari
pihak penitip (muwaddi’) yang mempunyai barang atau asset kepada pihak
penyimpan (mustawda’) yang diberi amanah atau kepercayaan, baik individu
maupun badan hukum, tempat barang yang dititipkan harus dijaga dari kerusakan,
kerugian, keamanan, dan keutuhannya, dan dikembalikan kapan saja penyimpan
menghendaki.[1]
2.
Landasan
Syariah dalam Wadi’ah
a. Landasan Al-Qur’an
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ
أَهْلِهَا۞
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanah (titipan)
kepada yang berhak menerimanya” (QS. an-Nisaa’ : 58)
b.
Al-Hadits
عن ابى هريرة قال قال رسول الله صلى اللهم عليه وسلم اد
الامانة الى من ائتمنك ولا تخن من خانك
“Abu Hurairah
meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda : sampaikanlah (tunaikanlah) amanat
kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat kepada orang yang
telah menghianatimu” (HR Abu Dawud dan Menurut Tirmidzi hadits ini Hasan,
sedang Imam Hakim mengkategorikannya sahih).[2]
B.
Macam dan
Karakteristik Akad Titipan (Wadi’ah)
Akad berpola titipan (wadiah)
ada dua macam yaitu wadiah yad amanah dan wadiah yad dhamanah.
Pada awalnya, wadiah muncul dalam bentuk yad al-amanah ‘tangan amanah’,
yang kemudian dalam perjembangannya memunculkan yadh-dhamanah ‘tangan
penanggung’.
1. Titipan Wadiah Yad Amanah
Wadiah yad amanah adalah transaksi penitipan barang atau uang ketika
pihak penerima titipan tidak diperkenankan menggunakan barang/uang yang
dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang
titipan yang bukan diakibatkan perbuatan atu kelalaian penerima titipan.[3]
Barang atau asset yang dititipkan adalah sesuatu yang berharga yang
dapat berupa uang, barang, dokumen, surat berharga, atau barang berharga
lainnya. Dalam konteks ini, pada dasarnya pihak
penyimpan (custodian) sebagai penerima kepercayaan (trustee)
adalah yad al-amanah ‘tangan amanah’ yang berarti bahwa ia tidak diharuskan
bertanggung jawab jika suatu dalam penitipan terjadi kehilangan atau kerusakan
pada barang atau asset titipan, selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau
kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang atau asset atau titipan.
Biaya penitipan boleh dibebankan kepada pihak penitip sebagia kompensasi atas
tanggung jawab pemeliharaan.
Dengan prinsip ini, pihak penyimpan tidak boleh menggunakan atau
memanfaatkan barang atau asset yang dititipkan, melainkan hanya menjaganya.
Selain itu, barang atau asset yang dititipkan tidak boleh dicampur adukkan
dengan barang atau asset, melainkan harus dipisahkan ntuk masing-masing barang
atau asset penitip.[4]
Karakteristik wadi’ah yad amanah antara lain :
a) Harta atas barang yang dititipkan tidak boleh
dimanfaatkan dan tidak boleh digunakan oleh si penerima titipan
b) Penerima titipan hanya berfungsi sebagai
penerima amanah yang berkewajiban menjaga barang yang dititipkan itu.
c) Kompensasinya si penerima titipan boleh
meminta biaya kepada orang yang menitipkan barang tersebut
d) Karena barang yang dititipkan tidak boleh
dimanfaatkan oleh penerima titipan, aplikasi perbnakan yang memungkinkan untuk
jenis ini adalah jasa penitipan atau safe deposit box (sebagai jasa peti
bank dimana nasabah menempatkan dokumen-dokumen atau barang berharga ke dalam
kotak).[5]
Skema al-Wadi’ah Yad al-Amanah
1.
Bank Mustawda’
(penyimpan)
|
Nasabah Muwaddi’
(penitip)
|
2.
Bebankan biaya
penitipan
Keterangan :
Dengan konsep al-wadiah yad al-amanah, pihak yang menerima tidak
boleh menggunkan dan memanfatkan uang atau barang yang dititipkan, tetapi
harus benar-benar menjaganya sesuai kelaziman. Pihak
penerima titipan dapat membebankan biaya kepada penitip sebagai biaya
penitipan.[6]
2.
Titipan Wadi’ah Yadh Dhamanah
Wadiah yad dhamanah adalah transakasi
penitipan barang/uang ketika pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin
pemilik barang/ uang dapat memanfaatkan barang/uang titipan, dan harus bertanggung
jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan.[7]
Dari prinsip yad al-amanah kemudian
berkembang prinsip yadh dhamanah yang berarti bahwa pihak penyimpan
bertanggung jawab atas segala kerusakan atau kehilangan yang terjadi pada
barang atau aset titipan.
Hal ini berarti bahwa pihak penyimpan atau custodian
adalah trustee yang sekaligus guarantor (penjamin) keamanan
barang atau aset yang dititipkan. Ini juga berarti bahwa pihak penyimpan telah
mendapatkan izin dari pihak penitip untuk mempergunkaan barang atau aset yang
dititipkan tersebut untuk aktivitas perekonomian tertentu, dengan catatan bahwa
pihak penyimpan akan mengembalikan barang atau aset yang dititipkan secara utuh
pada saat penyimpan menghendaki. Hal ini sesuai dengan anjuran dalam Islam agar
aset selalu diusahakan untuk tujuan produktif (tidak idle atau didiamkan
saja).
Dengan prinsip ini, penyimpan boleh mencampur
aset penitip dengan aset penyimpan atau aset penitip yang lain, dan kemudian
digunakan tujuan produktif mencari keuntungan. Pihak penyimpan berhak atas
keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan aset titipan dan bertanggung jawab
penuh atas risiko kerugian yang mungkin timbul. Selain itu, penyimpan
diperbolehkan juga, atas kehendak sendiri memberikan bonus kepada pemilik aset
tanpa akad perjanjian yang mengikat sebelumya.[8]
Karakteristik wadi’ah yadh dhamanah antara lain :
a) Harta yang dititipkan dapat dimanfaatkan oleh yang menerima titipan
b) Karena dimanfaatkan, maka harta yang dititipkan dapat menghasilkan
manfaat. sungguhpun demikian tidak ada keharusan bagi yang menerima titipan
memberikan hasil manfaat kepada penitip
c) Produk perbankan yang sesuai dengan akad ini yaitu giro dan
tabungan
d) Bank konvesional memberikan jasa dan tabungan sesuai dengan
prosentasi yang telah ditetapkan, sedangkan bank-bank syariah pemberian bonus (semacam jasa giro) tidak boleh
disebutkan dalam kontrak atau dalam akad, tetapi benar-benar pemberian sepaihak
sebagai tanda terima kasih dari pihak bank
e) Jumlah bonus yang diberikan merupakan kewenangan manajemen bank
syariah, karena akad ini prinsipnya adalah titipan
f) Produk tabungan juga dapat menggunakan akad
wadiah, karena tabungan itu mirip dengan giro, yaitu simpanan yang dapat
diambil setiap saat. Bedanya tabungan tidak dapat ditarik
menggunakan cek atau alat lain yang disamakan dengan cek.[9]
3.
Titip Dana
|
Bank Mustawda’ (penyimpan)
|
Nasabah muwaddi’
(penitip)
|
4.
Beri Bonus
|
2.
Pemanfaatan Dana
|
5.
Bagi Hasil
|
Users Of
Fund (dunia usaha)
|
Keterangan :
Dengan konsep yadh adh-dhamanah, pihak yang menerima titipan oleh
menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Tentunya, pihak bank dalam hal ini mendapatkan bagi hasil dari
pengguna dana. Bank dapat memberikan insentif kepada penitip dalam bentuk
bonus.[10]
C. Rukun dan Syarat Akad Titipan (Wadi’ah)
Rukun dari akad titipan wadiah (yad amanah maupun yadh dhamanah)
yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa hal yaitu sebagai berikut :
1.
Pelaku akad, yaitu penitip (mudi’/muawaddi’) dan
penyimpan atau penerima titipan (muda’/mustawda’)
2. Objek akad, yaitu barang yang dititipkan
3. Shighah, yaitu ijab dan qabul
Sementara itu, syarat wadiah yang harus dipenuhi yaitu adalah sebagai
berikut :
1.
Syarat wadi’ah menurut Hanafiah
adalah pihak pelaku akad disyaratkan harus orang yang berakal, sehingga
sekalipun anak kecil namun sudah dianggap telah berakal dan mendapat izin dari
walinya, akad wadi’ahnya dianggap sah.
2.
Jumhur mensyaratkan dalam wadi’ah agar
pihak pelaku akad telah balig, berakal dan cerdas, karena akad wadi’ah
mengandung banyak resiko, sehingga sekalipun berakal dan telah balig namun
tidak cerdas menurut Jumhur akad wadi’ahnya tidak dianggap sah.[11]
3. Bonus merupakan kebijakan penyimpan
4. Bonus tidak disyaratkan sebelumnya[12]
D.
Aplikasi
Akad Titipan (Wadi’ah) di Perbankan Syari’ah
Pemakaian yang digunakan pada perbankan, mengenai titipan (Wadi’ah),
ialah Wadi’ah Yad Dhamanah. Dhamanah artinya penanggung atau penjamin, yang menjamin atas
segala kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada barang itu. mengacu pada
pengertian “Yad Dhamanah”, bank sebagai penerima titipan, dapat
memanfaatkan prinsip wadi’ah.
Dengan demikian terdapat 2 jenis penghimpunan dana berdasarkan prinsip
wadi’ah, yaitu Giro Wadi’ah (Current Account) dan Tabungan Wadi’ah
(tabungan berjangka).
1.
Giro Wadi’ah
Giro
adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan
cara pemindah bukuan.
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan
ketentuan tentang Giro Wadiah sebagai berikut:
a) Bersifat
titipan
b) Titipan
bisa diambil kapan saja (on call)
c) Tidak
ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (athaya)
yang bersifat sukarela dari pihak bank.
2. Tabungan
Wadi’ah
Simpanan
yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang
disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dapat
dipersamakan dengan itu. Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan
ketentuan tabungan Wadiah sebagai berikut:
a.) Bersifat
simpanan
b.) Simpanan
bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan.
c.) Tidak
ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian yang bersifat
sukarela dari pihak bank.[13]
Prinsip
wadi’ah yang berlaku baik untuk giro maupaun tabungan, yang berarti :
1.
Bank dapat
memanfaatkan dan menyalurkan dana yang disimpan serta menjamin bahwa dana
tersebut dapat ditarik setiap saat oleh
pemiliknya, amun demikian rekening ini tiadak boleh mengalami saldo negatif (overdraft)
2.
Keuntungan atau kerugiaan dari penyaluran dana
menjadi hak milik atu ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak memperoleh
imbaalan atau menanggung kerugian. Manfaat yang diperoleh pemilik dana adalah
jaminan keamana terhadap simpanannya serta fasilitas-fasilitas giro dan
tabungan lainnya.
3.
Bank harus membuat akad pembukuan rekening yang
isinya mencakup ijin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang
disepakati selama tidak bertentangan denga prinsip syari’ah. khusus bagi
pemilik rekening giro, bank dapat memberikan buku cek dan debit card. sedangkan
bagi penabung, bank dapat memberikan buku tabungan sebagai bukti penyimpanan,
serta kartu ATM atau alat penarikan lainnya.
4.
Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat
mengenakan biaya administrasi. untuk menjauhkan riba, maka biaya administrasi :
a.
Harus disyaratakan dengan nominal buku
prosentase.
b.
Harus nyata, jelas dan pasti serta terbatas
pada hal-hal yang mutlak diperlukan untuk terjadinya akad.[14]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum wadiah adalah titipan murni dari
pihak penitip (muwaddi’) yang mempunyai barang atau asset kepada pihak
penyimpan (mustawda’) yang diberi amanah atau kepercayaan, baik individu
maupun badan hukum.
Akad berpola titipan (wadiah)
ada dua, yaitu wadiah yad amanah dan wadiah yad dhamanah. Rukun dari akad titipan wadiah (yad amanah
maupun yadh dhamanah) yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa hal
yaitu sebagai berikut : pelaku akad, objek akad,
dan shighah. Syarat wadiah yang harus dipenuhi yaitu adalah syarat bonus sebagai berikut
: bonus merupakan kebijakan penyimpan dan
bonus tidak
disyaratkan sebelumnya
Pemakaian yang digunakan pada perbankan, mengenai titipan (Wadi’ah),
ialah Wadi’ah Yad Dhamanah. Dhamanah artinya penanggung atau penjamin,
yang menjamin atas segala kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada barang
itu. demikian terdapat 2 jenis penghimpunan dana berdasarkan prinsip wadi’ah,
yaitu Giro Wadi’ah (Current Account) dan Tabungan Wadi’ah (tabungan
berjangka).
B.
Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan dan
sampaikan, semoga bermanfaat bagi kita semua. Apabila ada penulisan atau
kata-kata yang kurang berkenan kami mohon maaf. Kritik dan saran yang membangun
senantiasa kami harapkan untuk kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Semoga
bermanfaat dan terimakasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Ascarya,
Akad dan Produk Bank Syariah, Rajawali, Jakarta, 2013.
Moh Rifa’i, Konsep Perbankan
Syari’ah, Wicaksana, Semarang, 2002.
Syai’i Antonio, Bank Syariah
Dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press, Jakarta, 2001
Veithzal
Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking,
Bumi Aksara, Jakarta, 2010.
Any Widayatsari, “Akad Wadi’ah
dan Mudharabah dalam Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Bank Syariah”, Ekonomic
: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 3, No. 1, Fakultas Ekonomi Universitas
Riau, 2013.
[2] Syafi’i
Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press, Jakarta,
2001, hlm. 87.
[5] Moh Rifa’i, Konsep
Perbankan Syari’ah, Wicaksana, Semarang, 2002, hlm. 47-48.
[6] Syafi’i Antonio,
Op.cit., hlm. 87.
[9] Moh Rifa’i, Op.Cit.,
hlm. 48-49.
[10] Syafi’i Antonio,
Op.Cit., hlm. 88.
[11] Any Widayatsari, “Akad Wadi’ah
dan Mudharabah dalam Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Bank Syariah”, Ekonomic
: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 3, No. 1, Fakultas Ekonomi Universitas
Riau, 2013, hlm. 6.
[13] Any Widayatsari, 2013, Akad
Wadi’ah dan Mudharabah dalam Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Bank Syariah,
Ekonomic : Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 3, No. 1 : 8-9.
0 Response to "MAKALAH AKAD POLA TITIPAN / SIMPANAN"
Posting Komentar