AKAD POLA BAGI HASIL
MAKALAH
Disusun
Guna Memenuhi Tugas Semester V
Mata kuliah : Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah
Dosen
Pengampu : Farida Rohmah,
S.Pd, M.Sc
Disusun
Oleh :
( Kelompok 4 )
1.
Umi Solekah (1420210291)
2.
Nor Cholidah (1420210299)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN
SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
PROGRAM
STUDI EKONOMI SYARIAH
TAHUN
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Bank syariah adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prisnisp syariah, yaitu aturan perjanian berdasarkan
hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau
pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan
syariah. Dalam menjalankan usahanya bank syariah menggunakan pola bagin hasil
yang merupakan landasan utama dalam segala operasinya, baik dalam produk
pendanaan, pembiayaan maupun dalam produk lainnya. Produk-produk bank syariah
mempunyai kemiripan tetapi tidak sama dengan produk bank konvensional karena
adannya pelarangan riba, gharar, dan maysir. Oleh karena
itu produk-produk pendanaan dan pembiayaan pada bank syariah harus menghindari
unsur-unsur yang dilarang tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Aplikasi bagi hasil dalam Perbankan di Indonesia ?
2. Solusi bagi hasil jika aplikasi tidak sesuai fiqih ?
3. Manfaat dan resiko akad bagi hasil ?
BAB II`
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bagi Hasil
Bagi hasil menurut terminologi
asing (bahasa Inggris) dikenal dengan profit sharing. Profit dalam kamus
ekonomi diartikan pembagian laba. Secara definisi profit sharing diartikan
"distribusi beberapa bagian dari laba pada pegawai dari suatu
Perusahaaa". Menurut Antonio, bagi hasil adalah suatu sistem pengolahan dana dalam
perekonomian Islam yakni pembagian hasil usaha antara pemilik modal (shahibul
maa/) dan pengelola (Mudharib).
Secara umum prinsip prinsip bagi
hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu, al Musyarokah, al Mudharabah, al muzara’ah,
dan al musaqolah. Sungguhpun
demikian prinsip yang paling banyak dipakai adalah al musyarakah dan al
mudharabah, sedangkan al muzara’ah dan al musaqolah dipergunakan khusus untuk
plantation financing atau pembiayaan pertanian untuk beberapa Bank Islam[1].
B. Macam – macam Akad Bagi Hasil
Bentuk-bentuk kontrak kerjasama
bagi hasil dalam perbankan syariah secara umum dapat dilakukan dalam empat
akad, yaitu Musyarakah, Mudharabah, Muzara’ah dan Musaqah. Namun,
pada penerapannya prinsip yang digunakan pada sistem bagi hasil, pada umumnya bank syariah menggunakan kontrak
kerjasama pada akad Musyarakah dan Mudharabah.
1.
Musyarakah
a. Pengertian
Musyarakah
Menurut
Antonio Musyarakah adalah akad bagi hasil
antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-mating
pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa proporsi keuntungan
dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
b. Landasan Syariah
1) Al-quran
... فَهُمْ
شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ
... “maka mereka berserikat pada sepertiga...”
(an-Nisa : 12)
2)
Hadits
عَن أَبي هريرةَ رفعهُ قالَ إنَّ اللهَ يقولُ أنا ثالثُ الشَّريكينِ ما لَم
يَخُن أحدُهما صاحبهُ
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW. Bersabda,
“sesungguhnya Allah Azza Wajala berfirman, ‘aku pihak ketiga dari dua orang
yang berserikat selama salah satunya tidak menghianati lainnya.”(HR.Abu Dawud No.2936, dalam kitab al-Buyu dan Hakim)[2]
c.
Rukun dan Syarat Musyarakah
1)
Rukun
a)
Pelaku akad yaitu para mitra usaha
b)
Objek akad yaitu modal, pekerja, dan keuntungan
c)
Shighah yaitu ijab dan qabul
2)
Syarat pokok musyarakah menurut Usmani (1998) antara lain:
a)
Syarat akad terdiri dari: Syarat berlakunya akad (in’iqad), syarat sahnya
akad (shihah), syarat terealisasikannya akad (nafadz), dan syarat lazim.
b)
Pembagian proporsi keuntungan
1)
Proporsi keuntungan yang dibagikan para mitra usaha harus disepakati diawal
kontrak atau akad. Jika proporsi belum ditetapkanakad tidak sah menurut
syariah.
2)
Rasio atau nisbah keuntungan masing-masing mitra usaha harus ditetapkan
sesuai dengan keuntungan nyata yang diperoleh dari usaha, dan tidak ditetapkan
berdasarkan modal yang disertakan.
c)
Penentuan proporsi keuntungan
1)
Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa proporsi keuntungan dibagi
diantara mereka menurut kesepakatan yang ditentukan sebelumnya dalam akad
sesuai dengan proporsi modal yang
disertakan.
2)
Imam Ahmad berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat pula berbeda dari
proporsi modal yng mereka sertakan.
3)
Imam Abu Hanifah, yang dapat dikatakan sebagai pendapat tengah-tengah,
berpendapat bahwa proporsi keuntungan didapat berebda dari proporsi modal pada
kondisi normal.
d)
Pembagian kerugian
Para ahli hukum Islam sepakat bahwa setiap mitra menanggung kerugian sesuai
dengan porsi investasinya. Oleh karena itu, jika sseorang mitra menyertakan 40%
modal, maka ida harus menanggung 40% kerugian, tidak lebih, tidak kurang.
Apabila tidak demikian akad musyarakah tidak sah. Jadi menurut Imam Syafi’i,
porsi keuntungan atau kerugian dari masing-masing mitra harus sesuai dengan
pors penyertaan modalnya. Teatapi menurut Imam Abu Hanifah dan Ahmad, porsi
keuntungan dapat berbeda dari porsi modal yang disertakan, tetapi kerugian
harus ditanggung sesuai dengan porsi pennyertaan modal masing-masing mitra.
e)
Sifat modal
Sebagian besar ahli hukum Islam berpendpat bahwa modal yang diinvestasikan
oleh setiap mitra harus dalam bentuk modal likuid. Hal ini berarti Bahwa akad
musyarakah hanya dapat dengan uang dan tidak dapat dengan komoditas.
f)
Manajemen musyarakah
Prinsip normal dari musyarakah bahwa setiap mitra mempunyai hak untuk ikut
serta dalam manajemen dan bekerja untuk usaha patungan ini. Namun demikian,
para mitra dapat pula sepakat bahwa
manajemen perusahaan akan dilakuakan oleh salah satu dari mereka, dan mitra
lain tidak akan menjadi bagian manajamen dari musyarakah.
g)
Penghentian musyarakah
1)
Setiap mitra memiliki hak untuk mengakhiri musyarakah kapan saja setelah
menyampaikan pemberitahuan kepada mitra lain mengenai hal ini.
2)
Jika salah seorang mitra meninggal pada saat musyarakah masih berjalan,
kontrak dengan almarhum tetap berakhir/dihentikan. Ahli warisnya memiliki
pilihan untuk menarik bagian modalnya atau meneruskan kontrak musyarakah.
3)
Jika salah seorang mitra menjadi hilang ingatan atau menjadi tidak mampu
melakukan transaksi komersial, maka kontrak musyrakah berakhir
h)
Penghentian Musyarakah tanpa menutup usaha
Jika salah seorang mitra ingin mengakhiri musyarakah sedangkan mitra lain
ingin tetap meneruskan usaha, maka hal ini dapat dilakukan dengan kesepakatan
bersama. Mitra yang ingin tetap menjalankan usaha dapat membeli saham atau
bagian dari mitra yang ingin berhenti karena berhentinya seorang mitra dari
musyarakah tidak berarti bahwa mitra lain juga berhenti.[3]
d.
Jenis-jenis al-Musyarakah
1)
Syirkah al-‘Inan
Adalah kontrak antara dua orang
atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan
berpartisipasi dalam kerja. Kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian
sebagaimana yang disepakati diantara mereka. Akan tetapi porsi masing-masing
pihak, baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan
identik sesuai dengan kesepakatan mereka. Para ulama sepakat membolehkan bentuk
syirkah ini.
2)
Syirkah Muwafadhah
Adalah kontrak kerjasama antara dua orang atau lebih setiap pihak
memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja.
Setiap pihak membagi keuntugan dan kerugian secara sama. Dengan demikian, syarat
utama dari jenis al-musyarakah ini adalah kesamaan dana yang diberikan,
kerja, tanggungjawab, dan utang dibagi oleh masing-masing pihak. Mazhab Hanafi
dan Maliki membolehkan bentuk Syirkah ini. Sementara itu, mazhab Syafi’i
dan Hambali melarangnya karena secara realita sukar terjadi persamaan pada
semua unsurnya, dan banyak mengandung unsur gharar atau ketidakjelasan.
3)
Syirkah A’maal
Adalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi sama untuk menerima pekerjaan
secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. Misalnya kerjasama
dua orang arsitek untuk menggarap sebuah proyek, arau kerjasama penjahit untuk
menerima order pembuatan seragam sebuah kantor. Jumhur (mayoritas) ulama, yaitu
dari mazhab Hanafi, Maliki, dan Hambali, membolehkan bentuk syirkah ini.
Sementara itu, mazhab Syafi’i melarangnya karena mazhab ini hanya membolehkan
syirkah modal dan tidak boleh syiirkah kerja.
4)
Syirkah Wujuh
Adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan
prestise baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit dari
suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai. Mereka berbagi dalam
keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan
oleh tiap mitra. Jenis al-musyarakah ini tidak memerlukan modal secara
kredit berdasar kepada jaminan tersebut. Mazhab Hanafi dan Hambali membolehkan
bentuk syirkah ini, sedangkan mazhab Maliki dan Syafi’i melarangnya.
e.
Aplikasi Dalam Perbankan
1) Pembiayaan proyek
Biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan
bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersbut. Setelah prooyek
itu selessai, nsabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah
disepakati untuk bank.
2) Modal ventura
Pada embaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan
perusahaan, al-musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura.penanamn modal
dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi
atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun secra bertahhap.
f. Skema Musyarakah
|
|
||||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||||
2.
Al-Mudharabah
a. Pengertian al-Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata dharb berati memukul atau
berjalan. Secara teknis al-Mudharabah adalah akad kerjasama uasaha antara dua
pihak dimana pihak pertama (shohibul maal) menyediakan seluruh (100%)
modal, sedangkan pihak lainnya menjadikan pengelola. Keuntungan usaha secara mudhorabah
dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila
rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian
si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau
kelalaian si pengelola, sipengelola harus bertanggungjawab atas kerugin
tersebut.
b. Landasan syariah
1) Al-Quran
.... وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الأرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ
...” dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi mmencari sebgian
karunia Allah SWT...”(al-Muzammil: 20).[4]
2) Hadits Riwayat Ibnu Majah
3)
عن صالح بن صهيب عن أبيه قال: قال رسول الله صلى
الله عليه و سلم ثلاثٌ فِيهِنَّ البركة البيعُ إلى أَجَلٍ والمُقارضةُ و أَخلا طُ
البُرِّ بالشَّعيرِ لِلبَيتِ لا لِلبيعِ
Dari Shalih bin Shuhaib r.a
bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Tiga hal yang
di dalamnya
terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan
mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan bukan untuk dijual .” (HR Ibnu Majah no.
2280, kitab at-Tijarah ).[5]
c. Syarat Mudhorobah
1) Modal
a) Modal harus dinyatakan dengan
jelas jumlahnya
b) Modal harus bentuk tunai
c) Moda harus diserahkan kepada
mudhorib untuk memungkinannya melakukan usaha.
2) Keuntungan
a) Pembagian keuntungan harus
dinyatakan dalam presentasi dari keuntungan yang mungkin dihasilkan nanti.
b) Kesepakatan rasio presentase
harus dicapai melalui negoisasi dan dituangkan dalam kontrak.
c) Ppembagian keuntungan baru dapat
dilakukan setelah mudhorib mengembalikan seuruh atau sebagian modal kepada Rab
al’mal.[6]
d. Jenis-jenis al-Mudharabah
1) Mudharabah al-Mutlaqoh
Adalah bentuk kerjasama antara shohibul maal dan mudhorib yang
cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu,
dan daerah bisnis.
2) Mudhorobah Muqayyadah
Adalah kebalikan dari mudhorobah al-Mutlaqoh. Si Mudharib dibatasi
dengan batasan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan
ini seringkkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal dalam
memasuki jenis dunia usaha.[7]
e. Aplikasi dalam perbankan
Pada sisi penghimpunan dana al-Mudhorobah diterapkan pada:
1) Tabungan berjangka, yaitu
tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan
kurban dsb.
2) Deposito spesial, dimana dana
yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murobahah saja atau
ijarah saja.
adapun pada sisi pembiayaan
mudhorobah diterapkan untuk:
1) Untuk pembiayaan modal kerja,
seperti modal kerja pedagang dan jasa.
2) Investasi khusus, disebut juga
mudhorobah muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus
dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh shohibbul maal.[8]
f. Skema Mudharabah
3.
Al-Muzaroah
a. Pengertian
Adalah kerjasama pengolahan
pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan
lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan
imbalan bagian tertentu (presentase) dari hasil panen.
b. Landasan syariah
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Jabir yang mengatakan bahwa
bangsa Arab senantiasa mengolah tanahnya secara muzaroah dengan rasio bagi
hasil. Maka Rasulullah bersabda, “Hamba Allah menanmi atau menyerahkannya
untuk digarap. Barang siapa tidak melakukan salah satu dari keduanya, tahanlah
tanahya.”[9]
c.
Rukun dan Syarat
Hanafiah berpendapat
bahwasannya rukun muzaroah ada 4 yaitu:
1)
Tanah
2)
Perbuatan pekerja
3)
Modal
4)
Alat-alat untuk menanam
Sedangkan syarat sahnya akad muzaroah sebagai berikut:
1)
Berakal
2)
Adanya penentuan ole kedua pihak yang akan ditanam oleh kedua pihak
3)
Pembagian hasil panen berdasarkan presetase yang sesuai akad
4)
Tanah yang akan digunakan bisa ditanami dan dapat diketahui dengan jelas
batas-batasnya.
5)
Penentuan waktu
d.
Macam-macam Muzaraah
1)
Tanah dan bibit berasal dari satu pihak sedangkan pihak lainnya menyediakan
alat juga melakukan pekerjaan. Pada jenis ini hukumnya diperbolehkan.
2)
Tanah disediakan satu pihak, sedangkan alat, bibit, dan pekerjaannya
disediakan oleh pihak lain. Hukumnya diperbolehkan.
3)
Tanah, alat, dan bibit disediakan pemilik, sedang tenaga dari pihak
penggarap. Hukumnya juga diperbolehkan.
4)
Tanah dan alat disdiakan oleh pemilik, sedangkan benih dan pekerjaan dari
pihak penggarap. Pada bentuk yang keempat ini menurut Zhahir riwayat, muzaraah
menjadi fasid, karena misal akad yang dilakukan sebaagai menyewa tanah maka
alat dari pemilik tanah menyebabkan sewa-menyewa manjadi fasid, ini disebabkan
alat tidak mungkin mengikuti kepada tanah karena ada bedanya manfaat.
Sebaliknya jika akad yang terjadi menyewa tenaga penggarap maka bibit harus
berasal dari penggarap yang mana akan menyebabkan ijarah menjadi fasid, ini
disebabkan bibit tidak mengikuti penggarap melainkan kepada pemilik.
e. Aplikasi dalam perbankan
Pada LKS, muzaraah
dimaksudkan untuk membantu mengembangkan sektor pertanian dimana satu pihak
menyediakan lahan serta pihak lainnya yang melakukan penggarapan. Dengan
begini, diharapkan bukan hanya sekedar mengembangkan sektor pertanian tapi juga
untuk memanfaatkan suatu lahan agar dapat menghasilkan sesuatu serta memberikan
pekerjaaan terhadap orang lain.
Disamping itu dalam praktik
perbankan syariah, sistem muzaraah ini jarang sekali digunakan. Karena dari
sudut pandang perbankan sendiri sektor pertanian kurang menarik untuk
berinvestasi. Paling hanya UMKM serta usaha kecil lainnya yang berkaitan dengan
pertaian yang menggunakannya.
Dalam konteks ini, lembaga
keuangan dapat memberikan produk pembiayaan kepada nasabah yang bergerak pada
bidang pertanian atas dasar prinsip bagi hasil panen.[10]
4.
Al-Musaqah
a. Pengertian
Adalah bentuk yang lebih
sederhana dari muzaroah dimana si penggarap hanya bertanggungjawab atas penyiraman
dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu
dari hasil panen.
b. Landasan syariah
Ibnu umar berkata bahwa
Rasulullah SAW. Pernah memberikan tanah dan tanaman kurma dikhoibar kepada
yahudi khoibar untuk dipelihara dengan mempergunakan peralatan dan dana mereka
sebgaia imbalan, mereka memperoleh presentase tertentu dari hasil panen.
c. Rukun
Rukun dari musaqah sebagai berikut:
1) Dua orang yang akad
2) Objek musaqah
3) Buah
4) Pekerjaan
5) Shighah
Syarat-syarat Musaqah:
1) Ahli dalam akad
2) Menjelaskan bagian penggarap
3) Membebaskan pemilik dari pohon,
dengan artian bagian yang akan dimiiki dari hasil panen merupakan hasil
bersama.
4) Hasil dari pohon di bagi antara
dua orang yang melagsungkan akad.
5) Sampai batas akhir, yakni
menyeluruh sampai akhir.[11]
d. Skema musaqah
C.
Manfaat dan Resiko Bagi Hasil
1) Manfaat al-Musyarakah
a) Bank akkan menikmati peniingkatan
dalam jumlah tertentu pada saat keuntngan usaha nasabah meningkat.
b) Bank tidak berkewajiban membayar
dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi
diisesuaikan dengan pendapatan hasil usaha bank.
c) Pngembakian pokok pembiayaan
dissuaikan degan cash flow atau arus kas usaha nasabah.
d) Bank akan lebih slektif dan
hati-hati mencari usaha yang benar-benar halal, aman , dan mengntungkan.
2) Resiko
a) Side striming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak.
b) Lalai dan kealahan yang
disengaja.
c) Penyembunyian keuntungan oleh
nasabah, bila nasabahnya tidak jujur.[12]
D.
Solusi bagi hasil jika aplikasi tidak sesuai
fiqih
Apabila pengusaha berhutang kepada simpanan usaha sebesar Rp 3
juta/bulan, misalkan, dan hal tersebut disetujui oleh investor, maka hal
tersebut diperkenankan.
Hutang tersebut harus dibayar. Hutang tersebut bisa dibayar dari
hasil keuntungan nantinya.
Apabila pengusaha berhutang Rp
10 juta, misalkan, dan ternyata pembagian keuntungannya dia mendapatkan Rp 15
juta, maka Rp 15 juta langsung dipergunakan untuk membayar hutangnya Rp 10
juta. Dan pengusaha berhak mendapatkan Rp 5 juta sisanya.
Akan tetapi, jika tenyata
pembagian keuntungannya hanya Rp 8 juta, berarti hutang pengusaha belum
terbayar seluruhnya. Pengusaha
masih berhutang Rp 2 juta kepada investor.
Dan yang perlu diperhatikan dan ditekankan pada tulisan ini,
dalam Al-Mudharabah, keuntungan didapatkan dari prosentase keuntungan bersih
dan bukan dari modal.
Adapun yang diterapkan di
lembaga-lembaga keuangan atau perusahan-perusahaan yang menerbitkan saham,
keuntungan usaha didapatkan dari modal yang dikeluarkan, dan modal yang
diinvestasikan bisa dipastikan keamanannya dan tidak ada resiko kerugian, maka
jelas sekali ini adalah riba.
Setelah membaca paparan di atas, tentu kita akan mengetahui
hikmah yang sangat besar di dalam syariat kita. Bagaimana syariat kita mengatur
agar jangan sampai terjadi kezaliman antara pengusaha dengan investor, jangan
sampai terjadi riba dan jangan sampai perekonomian Islam melemah sehingga
tergantung dengan orang-orang kafir.
Coba kita bayangkan jika seluruh
usaha baik kecil maupun besar menerapkan sistem bagi hasil ini, maka ini akan
menjadi solusi yang sangat hebat agar terhindar dari berbagai macam riba yang
sudah membudaya di masyarakat kita.
Ini juga menjadi solusi bagi
orang-orang yang tidak memiliki modal sehingga bisa memiliki usaha mandiri dan
ini juga menjadi solusi untuk orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan,
sehingga bisa membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat.
http://pengusahamuslim.com/3833-al-mudharabah-bagi-hasil-sebagai-solusi-perekonomian-islam.html
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bagi hasil adalah
suatu sistem pengolahan dana dalam perekonomian Islam yakni pembagian hasil
usaha antara pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola (Mudharib).
Macam-macam akad bagi hasil yaitu Musyarakah, Mudharabah, Muzara’ah dan
Musaqah.
Manfaat akad pola bagi hasil terdiri dari Bank akan menikmati peniingkatan
dalam jumlah tertentu pada saat keuntngan usaha nasabah meningkat, bank tidak berkewajiban
membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi
diisesuaikan dengan pendapatan hasil usaha bank, Pngembakian pokok pembiayaan
dissuaikan degan cash flow atau arus kas usaha nasabah, Bank akan lebih
slektif dan hati-hati mencari usaha yang benar-benar halal, aman , dan
mengntungkan.
Resiko akad bagi hasil terdiri dari Side striming dan lalai dan
kealahan yang disengaja.
B.
Saran
Demikianlah makalah ini kami
sajikan dan sampaikan, semoga bermanfaat bagi kita semua. Apabila ada penulisan
atau kata-kata yang kurang berkenan bahkan jauh dari kesempurnaan kami mohon
maaf. Kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harpakan untuk
kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Semoga bermanfaat dan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah,
Rajawali Pers, Jakarta, 2013.
Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, Anggota IKAPI,
Yogyakarta, 2011.
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke
Praktek, Gema Insani, Jakarta, 2001.
Muhammad, Teknik
Perhitungan Bagi Hasil Di Bank Syarriah, UII Pers, Yogyakarta, 2011.
Muhammad, Sistem Dan Prosedur Operasional Bank Islam,
UII Pers, Yogyakarta, 2000.
Erni Susana, Pelaksanaan Dan Sistem Bagi Hasil
Pembiayaan Al-Mudharabah Pada Bank Syariah, Universitas Merdeka Malang: Jurnal Keunagan Dan Perbankan,
Vol.15, No.3, September 2011.
Asep Mukhlis M Abdulmanan, http://gurat26.blogspot.co.id/2014/01/makalah-musaqah-muzaraah-mukhabarah.html, di akses pada tanggal 04 oktober 2016 pukul 13:49 WIB.
Himawan Y.W, http://himawayanuw.blogspot.co.id/2011/10/pengertian-muzaraah-dilihat-dari-segi.html?m=1, di akses pada tanggal 01 Oktober 2016 pukul
13.07 WIB
[2] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, Gema
Insani, Jakarta, 2001, hlm. 90-92.
[8] Erni Susana, Pelaksanaan Dan Sistem Bagi Hasil Pembiayaan Al-Mudharabah
Pada Bank Syariah, Universitas Merdeka Malang: Jurnal Keunagan Dan Perbankan,
Vol.15, No.3, September 2011, hlm.
466-478
[10] Himawan Y.W, http://himawayanuw.blogspot.co.id/2011/10/pengertian-muzaraah-dilihat-dari-segi.html?m=1, di akses pada tanggal 01 Oktober 2016 pukul
13.07 WIB
[11] Asep Mukhlis M Abdulmanan, http://gurat26.blogspot.co.id/2014/01/makalah-musaqah-muzaraah-mukhabarah.html di akses pada tanggal 04 oktober 2016 pukul 13:49 WIB.
0 Response to "MAKALAH AKAD POLA BAGI HASIL"
Posting Komentar